Batu bara, sekarang dan masa depan

Penulis: Farhan Hilmi Mubarok

Bulan April 2019 lalu publik dihebohkan dengan film dokumenter berjudul ‘Sexy Killers’. Film tersebut secara gamblang menayangkan tentang dampak negatif yang ditimbulkan dari pertambangan batu bara, baik dari sisi lingkungan maupun masyarakat. Film tersebut juga menayangkan bahwa banyak kaum elit di negeri ini yang ‘bermain’ di batu bara. Terlepas dari hal tersebut, kita akan mengulik tentang komoditas yang menjadi andalan Indonesia di pasar ekspor.

Batu bara merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia. Komoditas berwarna hitam pekat ini diekspor ke berbagai negara. Importir batu bara terbesar masih dipegang Tiongkok, disusul India, Pakistan, Jepang, Vietnam, Thailand, Eropa dan berbagai negara lainnya. Ada dua jenis batu bara yang diperdagangkan, yaitu thermal coal dan coking coal. Thermal coal biasa digunakan untuk pembangkit listrik (PLTU), jumlahnya banyak, dan harganya fluktuatif. Sementara coking coal biasa digunakan untuk industri besi dan baja, jumlah lebih sedikit daripada thermal coal, dan harganya lebih mahal daripada thermal coal. Mayoritas perusahaan batu bara di Indonesia memproduksi thermal coal. Hanya beberapa perusahaan yang memproduksi coking coal. Beberapa perusahaan yang memproduksi coking coal adalah PT Adaro Energy Tbk dan PT United Tractors Tbk. Batu bara sebagai sumber energi utama pembangkit listrik, selalu menarik. Mayoritas hasil produksi batu bara dalam negeri diserap oleh PLN untuk menyuplai listrik nasional. Listrik nasional sekitar > 60% masih dihasilkan dari PLTU yang bersumber dari batu bara.

Kalau bicara tambang batu bara, pasti tak bisa dilepaskan dari hak konsensi. Hak konsensi adalah hak atas sejumlah lahan yang dimiliki oleh perusahaan tambang untuk mengeksplorasi barang tambang. Perusahaan dengan hak konsensi terbesar adalah PT Kaltim Prima Coal, anak usaha dari PT Bumi Resources Tbk melalui tambang Sangatta, di Kutai Timur. PT Bumi Resources Tbk pun menjadi produsen batu bara terbesar dengan total produksi sekitar 60 juta ton per tahun. Disusul oleh Adaro sebesar 54 juta ton per tahun. Dari hal cadangan batu bara, PT Bumi Resources Tbk menjadi yang pertama. Melalui anak usahanya, KPC dan Arutmin, BUMI Resources memiliki cadangan batu bara terbesar, sekitar 14 miliar ton batu bara, disusul oleh Adaro dengan total cadangan 13,5 miliar ton batu bara, dan Bukit Asam (Persero) sebesar 11,5 miliar ton batu bara. Sayangnya, hasil penjualan batu bara BUMI Resources mayoritas dinikmati oleh pihak asing. Setelah Aburizal Bakrie melepas kepemilikannya di BUMI, kini pengendali BUMI jatuh ditangan China Investment Corporation (CIC). Tambang Sangatta dan Bengalon yang megah, nyatanya dinikmati oleh asing. Tanpa kita sadari, kekayaan Ibu Pertiwi telah diambil oleh pihak asing. Kita terlalu sibuk mempermasalahkan soal film Sexy Killers. Seakan-akan semua orang menilai bahwa batu bara merupakan sebuah masalah yang besar. Kita lupa bahwa selama ini suplai listrik nasional bersumber dari batu bara. Belum mampu negara kita menyuplai listrik menggunakan Energi Baru Terbarukan (EBT). Negara kita masih bergantung pada PLTU, begitu pun negara lain. Jadi tidak bisa kita tergesa-gesa menyalahkan batu bara dan seakan lupa dengan ‘jasa’ yang telah diberikannya selama ini. Kalau tak ada batu bara, bagaimana PLTU mau menyuplai listrik? Bagaimana PLN mau mengaliri listrik kerumah penduduk? Bagaimana penduduk mau menikmati listrik untuk kehidupan sehari-hari? Oke, sudah ada beberapa penduduk yang telah menggunakan panel sel surya dirumahnya. Akan tetapi, biaya yang cukup mahal, tidak praktis, dan belum diproduksi secara massal membuat panel sel surya belum menjadi pilihan utama. Masyarakat masih bergantung pada PLTU.

Prospek batu bara menurut saya, akan tetap baik. Terlepas dari berbagai isu yang menerpa, komoditas ini akan tetap menjadi komoditas ekspor utama Indonesia. Indonesia sebagai negara dengan kandungan batu bara terbesar nomor 4 di dunia sadar bahwa suatu saat kandungan batu bara di negaranya akan habis. Oleh sebab itu, pemerintah tengah memproyeksikan energi pengganti batu bara. Pemerintah tengah merencanakan proyek mobil listrik nasional. Mobil listrik yang energi utamanya bersumber dari baterai. Bahan baku baterai adalah nikel. Penulis pernah mendengar presentasi tentang nikel yang akan menggeser dominasi minyak bumi dan batu bara sebagai sumber energi. Menurut penulis, nikel yang masih digunakan dalam industri manufaktur, suatu saat bisa menjadi sumber energi. Ini merupakan suatu topik menarik yang bisa kita ulas di artikel selanjutnya. Terima kasih telah membaca.

Belum punya akun saham? Buka rekening saham dengan mudah melalui: 
https://kelassaham.com/open-account/

Nikmati Fasilitas Terbaru Kami: Klik Disini

Follow Us: TelegramInstagramTwitterYoutube


Supported by BEST Community

4 tanggapan pada “Batu bara, sekarang dan masa depan

  1. Pingback:PT Bumi Resources Tbk: Dari Indonesia, Untuk Cina - Kelas Saham

  2. Pingback:Jenis-jenis Candlestick - Kelas Saham

  3. Rierdo Balas

    nikel atau mobil listrik masih belum dapat menggantikan peran batubara. Karena, mobil listrik yg menggunakan baterai memerlukan charge yang berasal dari listrik juga. Selama pembangkit listrik nasional sebagian besar masih menggunakan Coal Fired Power Plant, kebutuhan batubara tidak dapat digantikan. Solusinya adalah peralihan pproduksi listrik dengan menggunakan pembagkit listrik yang Terbarukan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *