Tak terasa Tahun 2021 sudah memasuki penghujung Bulan Maret. Pandemi corona yang belum kunjung usai, membuat waktu terasa begitu cepat. Meski begitu, penulis melihat perkembangan yang cukup pesat dalam penanganan pandemi corona. Vaksinasi yang mulai dilakukan sejak awal tahun 2021, nampaknya mulai menumbuhkan optimisme baru ditengah masyarakat, terkhusus dunia bisnis. Penyesuaian yang dilakukan oleh dunia bisnis, sedikit demi sedikit, mampu menunjukkan hasil yang cukup baik. Dalam beberapa laporan keuangan yang penulis baca, cukup banyak emiten yang mencatatkan laba hingga akhir periode Q3 2020. Ditambah cerminan atas performa IHSG (pasar saham) selama beberapa bulan terakhir, menunjukkan optimisme publik investor atas kondisi perekonomian Indonesia.
Penulis tidak akan mengulas dampak pandemi corona terhadap IHSG atau dunia bisnis. Artikel tentang ulasan tersebut sudah pernah penulis buat sebelumnya. Nah, pada artikel kali ini, penulis akan mengulas dampak perilaku investor terhadap fluktuasi pasar saham. Penulis pernah membahas tema ini dan menjadikannya sebagai judul skripsi. Pada saat itu, penulis mengangkat judul tentang herding behavior serta dampaknya bagi pengambilan keputusan investasi. Berdasarkan skripsi tersebut, penulis mulai antusias untuk mengamati perilaku investor di pasar saham Indonesia. Sepanjang perjalanan penulis di pasar saham Indonesia, perilaku investor sedikit banyak berpengaruh terhadap indeks saham, misalnya IHSG. Yup, pengalaman penulis tentang perilaku investor akan penulis ungkap dalam artikel ini.
Sudut Pandang Investor
Investor akan bertindak setelah mereka memperoleh informasi, analisis, atau mengamati dan meniru tindakan investor lain. Informasi dapat berupa berita, baik dari internal perusahaan atau eksternal perusahaan, serta rekomendasi para analis. Analis kerap kali memberikan rekomendasi buy or sell kepada para nasabahnya. Para analis ini yang notabene memiliki gelar dan pendidikan yang tinggi, diyakini memiliki rekomendasi saham yang tepat, sehingga mampu meyakinkan investor untuk melakukan aksi beli atau jual. Kemudian, investor seringkali mendasari aktivitas transaksinya pada hasil analisis yang dilakukan. Yup, investor biasa menganalisis suatu emiten, lalu akan memutuskan akan melakukan beli atau jual.Ada satu lagi faktor yang memengaruhi aksi investor, yaitu mengamati dan meniru tindakan investor lain.
Alasan yang terakhir ini, saya cukup sering melihatnya di pasar saham. Entah sudah berapa kali fenomena fluktuasi saham yang terjadi di Bursa Efek Indonesia yang disebabkan oleh tindakan tersebut. Penulis coba mengulas secara singkat faktor-faktor tersebut berdasarkan pengalaman dan sudut pandang yang selama ini penulis alami.
Ada satu lagi faktor yang memengaruhi aksi investor, yaitu mengamati dan meniru tindakan investor lain. Alasan yang terakhir ini, saya cukup sering melihatnya di pasar saham. Entah sudah berapa kali fenomena fluktuasi saham yang terjadi di Bursa Efek Indonesia yang disebabkan oleh tindakan tersebut. Penulis coba mengulas secara singkat faktor-faktor tersebut berdasarkan pengalaman dan sudut pandang yang selama ini penulis alami.
Informasi: Sentimen Positif dan Sentimen Negatif
Pasti rekan-rekan sudah tak asing dengan sentimen di pasar saham. Berdasarkan dampak akibatnya, sentimen dibedakan menjadi dua, yaitu; sentimen positif dan sentimen negatif. Sentimen positif adalah berita, kabar, atau rekomendasi yang mengandung informasi positif atau optimisme terhadap suatu sektor usaha atau emiten tertentu. Tujuan sentimen positif yaitu menyebarkan optimisme terhadap emiten atau sektor bisnis tertentu. Lalu, sentimen negatif adalah berita, kabar, atau rekomendasi yang mengandung informasi negatif atau pesimisme terhadap suatu emiten atau sektor bisnis tertentu. Sentimen negatif biasanya penuh dengan pesimisme dan berita yang kurang baik terhadap emiten atau sektor usaha tertentu.
Belum punya rekening saham? Link:
Sentimen positif dan sentimen negatif begitu banyak beredar di pasar saham. Tidak hanya di pasar saham developed country, namun pasar saham developing country pun, seperti Indonesia, banyak beredar di kalangan investor. Tidak ada yang bisa menghentikan peredaran sentimen di pasar saham. Mengapa? Sebab pasar saham memang kental dengan pelbagai informasi, baik tentang ekonomi, politik, keamanan, dan sosial. Berita yang beredar di bursa, belum tentu benar adanya. Namanya juga berita, pasti ada yang berupa kabar burung, rumor, bahkan palsu. Semua informasi tersebut, baik sentimen positif atau sentimen negatif dapat menyesatkan investor. Optimisme berlebihan yang terkandung dalam sentimen positif, dapat menggiring investor pada keputusan investasi yang bias. Begitu pun, sentimen negatif.
Sentimen negatif yang menghantui investor, mampu menuntun investor pada kebijakan ceroboh dan bodoh. Lalu, bagaimana cara agar kita tidak terjebak dalam sentimen di bursa? Tidak ada cara lain selain melindungi diri dari kehati-hatian dan bersikap skeptis terhadap informasi yang tersedia. Penulis menganjurkan kepada rekan-rekan pembaca untuk tidak mudah percaya pada berita atau informasi yang beredar begitu saja. Investor perlu melengkapi dengan analisis mendalam dan menyeluruh terhadap emiten atau sektor usaha terkait.
Elon Musk dan Tesla
Contohnya yaitu Elon Musk dan Tesla. Seperti yang kita tahu, berita tentang investasi Tesla di Indonesia santer terdengar di hampir seluruh media massa atau televisi. Berita tersebut merupakan sebuah sentimen positif bagi emiten tambang BUMN seperti ANTM, PTBA, dan TINS. Memang, beberapa saat setelah kabar tersebut berhembus, harga saham-saham tersebut melonjak cukup signifikan. Bahkan harga saham ANTM yang biasanya sideways pada rentang 800 – 1000, setelah kabar tersebut, melonjak hingga harga 3440. Mencapai rekor harga all time high. Namun, belum pastinya kerja sama strategis tersebut, membuat harga saham-saham tersebut berguguran. Yup, kenaikan fantastis harga saham-saham tersebut sebetulnya disebabkan oleh optimisme pasar yang berlebihan pada emiten-emiten terkait karena kabar investasi Tesla di Indonesia.
Emosi Investor di Pasar Saham
Faktor berikutnya yang menjadi penyebab fluktuasi pasar yaitu emosional investor. Emosi sangat berperan penting dalam proses investasi. Sukses atau tidaknya sebuah metode investasi, bergantung pada emosi seorang investor. Semakin baik kontrol emosi seorang investor, maka investor akan semakin baik dalam menjalankan proses investasinya. Begitu pun sebaliknya. Ada beberapa faktor yang memengaruhi tingkat emosional investor, diantaranya; horizon (pengalaman) investasi, usia investor, kecerdasan investor, serta waktu yang tersedia untuk melakukan proses investasi. Waktu termasuk dalam faktor yang berpengaruh terhadap emosi investor karena waktu merupakan salah satu ‘sumber daya’ penting dalam proses investasi. Menurut Bapak Value Investing, Benjamin Graham, kriteria yang membedakan antara investor defensif dengan investor agresif yaitu besaran waktu, usaha, serta pikiran yang mampu dilakukan dan dialokasikan oleh investor terhadap portofolio investasinya. Jadi, pembeda antara investor defensif dengan investor agresif tentu bukan berasal dari risiko yang sanggup ditanggung oleh seorang investor, namun terletak pada tiga aspek tadi.
Ada sebuah fakta menarik terkait emosi. Emosi ternyata tidak berkaitan dengan kecerdasan seseorang. Percaya atau tidak, cukup banyak bukti yang menunjukkan bahwa individu dengan tingkat kecerdasan tinggi atau bisa disebut jenius, gagal dalam bertualang di pasar saham. Krisis Finansial Tahun 2008 merupakan bukti nyata terbesar bahwa emosi tidak berbanding lurus dengan kecerdasan. Banyak analis, investment bankers, investor, bahkan perusahaan besar yang collapsed pada peristiwa yang memilukan tersebut. Permasalahan ini nyatanya tidak menjangkiti investor era modern saja. Akan tetapi, investor pada era tahun 1700-an pun mengalami ‘penyakit’ yang serupa.
Sir Isaac Newton Pernah Transaksi Saham
Sir Isaac Newton merupakan salah satu ilmuwan terbesar yang pernah hidup di bumi. Sekitar tahun 1720, Newton memiliki saham paling hot di Inggris, South Sea Company. Newton menjual saham South Sea miliknya dan memperoleh keuntungan sebesar 100% atau £7.000 (sekitar Rp138 juta dalam uang sekarang). Namun, selisih beberapa bulan kemudian, saat antusiasme pasar berada di puncak, Newton tergoda untuk membeli kembali saham South Sea Company ketika harga saham sudah berada sangat tinggi dan mengalami kerugian sebesar £20.000 (sekitar Rp396 juta dalam uang sekarang). Sir Isaac Newton menggerutu, “Saya bisa menghitung gerakan benda-benda langit, tetapi saya tidak bisa mengalkulasi kegilaan orang di pasar saham.”
Berdasarkan cerita tersebut, Sir Isaac Newton sama sekali tidak mampu mengendalikan diri dan membiarkan emosi menguasai keputusan investasinya. Sir Isaac Newton memenuhi kriteria manusia jenius pada umumnya. Namun, ketika terjun ke pasar saham, sang ilmuwan bertindak layaknya orang bodoh. Itulah pentingnya disiplin emosional dalam berinvestasi. Kecerdasan pikiran yang tidak diikuti oleh kecerdasan emosional, hanya akan menghasilkan kesia-siaan. Jangan biarkan emosi menguasai pikiran ketika berinvestasi.
Investasi Pada Diri Sendiri
Terakhir, investasikan waktu, ilmu, dan pengalaman kepada diri sendiri. Yup, investasi merupakan aktivitas yang menuntut kecerdasan intelektual, kecerdasan emosial, serta waktu untuk melakukan proses investasi. Warren Buffett pernah berujar pada suatu kesempatan, “The most important investment you can make is in yourself”. Sebagai seorang investor, tentu kita dituntut untuk harus selalu menambah ilmu, pengalaman, serta wawasan guna menghadapi petualangan investasi yang dinamis. Alokasikan waktu untuk sekadar membaca buku investasi, mengikuti kelas investasi, membaca laporan tahunan dan laporan keuangan, atau bahkan mengambil sertifikasi terkait investasi. Semua hal tadi bertujuan untuk meningkatkan hard skill seorang investor.
Lalu, bagaimana dengan soft skill-nya? Sepanjang pengalaman penulis di pasar saham, emosi dapat dikendalikan seiring berjalan waktu. Wajar jika rekan-rekan yang baru pertama kali terjun di pasar saham merasa takut, was-was, atau cemas ketika harga sahamnya turun. Namun, seiring berjalan waktu dan bertambahnya pengalaman, pengetahuan, serta wawasan investasi, penulis yakin, rekan-rekan akan lebih baik pada waktu-waktu berikutnya. Petualangan investasi merupakan petualangan jangka panjang. Tidak ada seorang investor pun yang sukses dalam waktu singkat, katakan 1 – 3 tahun saja. Pasar saham sangat dinamis. Perubahan hari ini tidak sama dengan perubahan yang lalu atau esok hari. Dibutuhkan kesabaran, ketekunan, kecerdasan, serta waktu agar kita mampu menjadi investor andal di pasar saham. Penulis pun masih dan akan selalu belajar. Tidak ada yang layak bertanggung jawab terhadap investasi kita, selain diri kita sendiri.
Tak terasa, penulis telah menulis sepanjang ini. Mungkin ini adalah artikel terpanjang yang pernah tertulis. Penulis akan sambung lagi pada artikel berikutnya. Selamat berinvestasi!