Mimpi Indonesia Menggandeng Tesla, Akankah Terwujud?

Apa kabar rekan-rekan pembaca Kelas Saham? Pada situasi pandemi yang belum kunjung berakhir, semoga rekan-rekan dalam keadaan sehat dan penuh kebaikan. Setelah cukup lama rehat dari aktivitas menulis dan mengalihkan fokus pada bisnis yang sedang dirintis, akhirnya, penulis mulai menulis kembali setelah membaca berita yang cukup menarik. Mungkin rekan-rekan sudah pernah membaca atau justru baru mendengar bahwa pemerintah Indonesia tertarik untuk melakukan kerja sama investasi jangka panjang dengan perusahaan produsen mobil listrik dan energi ramah lingkungan milik Elon Musk, yaitu Tesla. Yup, perusahaan mobil listrik yang berdiri pada Juli 2003 dan berbasis di Palo Alto, California tersebut, sedang ramai diperbincangkan oleh publik investor. Bukan sebab harga mobil listriknya yang murah, tetapi karena berita investasi Tesla di Indonesia.

Pemerintah Indonesia ingin menggandeng Tesla dalam bentuk kerja sama jangka panjang. Tesla diketahui berminat melakukan investasi di Indonesia menyusul dikirimnya proposal kepada pemerintah Indonesia. Tesla berniat untuk melakukan investasi pada dua bagian, yaitu lithium battery dan energy storage system (ESS). Lithium battery diketahui berguna sebagai sumber daya mobil pengganti minyak bumi. Isu pencemaran lingkungan akibat dampak penggunaan minyak bumi yang berkepanjangan, telah membuat para produsen otomotif berinovasi menciptakan bahan pengganti minyak bumi. Sementara itu, energy storage system adalah baterai penyimpan skala besar yang dapat digunakan sebagai supply PLTS, rumah tangga, pabrik, perkebunan, perkantoran, dan sebagainya.

Buka Rekening Saham: bit.ly/rekeningsaham

Potensi Indonesia

Bagi Tesla, Indonesia merupakan pasar potensial ESS karena Indonesia memiliki jumlah penduduk yang besar dan Indonesia adalah negara kepulauan. Tentulah, kebutuhan energi dan transportasi tinggi. Disamping itu, Indonesia sebagai negara tropis, tidak sulit mencari sinar matahari sebagai sumber pembangkit listrik tenaga surya. Poin-poin keunggulan tersebut kian memperkuat posisi Indonesia sebagai calon mitra strategis Tesla. Peluang investasi dari Tesla kemudian diseriusi oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah telah membentuk konsorsium BUMN yang terdiri atas Mining and Industry Indonesia (MIND ID), PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), dan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk sebagai mitra potensial Tesla.

Berita tentang kerja sama antara Indonesia dengan Tesla ini, direspon positif oleh para pelaku pasar modal. Seperti yang kita tahu, harga saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) sempat rally panjang hingga sempat menyentuh auto rejection atas (ARA). Bahkan, harga ANTM mencapai Rp2.970 pada Rabu, 10 Februari 2021 dan ditutup pada harga Rp2.930. Sebuah kenaikan yang fantastis bagi ANTM, mengingat harga saham perusahaan tersebut biasanya hanya sideways pada harga 700 − 1.000an. Tampak para pelaku pasar begitu optimis menyambut berita positif tersebut. Meskipun belum ada tindak lanjut dari kerja sama tersebut, namun publik investor merasa yakin bahwa kerja sama yang nantinya akan menjadi mega proyek pemerintah ini akan terwujud.

Sisi Lain

Akan tetapi, penulis baru saja membaca berita yang kurang mengenakkan tentang keberlanjutan kerja sama ini. Tesla disebut bakal menerapkan syarat ketat bagi calon mitra bisnisnya. Tesla mensyaratkan penilaian Environment, Social, and Governance (ESG) yang ketat bagi perusahaan penambang nikel yang akan menjadi mitranya. ESG merupakan pendekatan pada praktik bisnis yang memerhatikan aspek lingkungan sekaligus aspek sosial. Syarat ketat yang ditentukan oleh Tesla, menjadi ganjalan bagi Indonesia. Bagaimana tidak, praktik bisnis di Indonesia, terkhusus pada sektor pertambangan, masih jauh dari kriteria ESG yang layak.

Isu lingkungan yang menjadi fokus global, turut dipertimbangkan oleh berbagai perusahaan raksasa dunia dalam menentukan kebijakan bisnis dan investasi. Bahkan, ESG saat ini menjadi syarat mutlak di beberapa negara dunia. Masih ingat tentang pembatasan impor CPO dari Indonesia yang dilakukan oleh Uni Eropa? Hal itu merupakan salah satu wujud perhatian beberapa negara terhadap praktik ESG dalam bisnis. Uni Eropa menganggap bahwa CPO dari Indonesia masih belum memenuhi kriteria ESG yang layak. Deforestasi, konflik sosial, serta kerusakan lingkungan lain yang ditimbulkan akibat pembukaan lahan oleh perusahaan sawit, menyebabkan Uni Eropa menjatuhi pembatasan impor CPO dari Indonesia.

Semoga dengan adanya syarat ESG yang diajukan oleh Tesla, menjadikan pemerintah Indonesia lebih memerhatikan aspek ESG pada praktik bisnis di Indonesia. Momentum kerja sama dengan Tesla, diharapkan mampu memperbaiki reputasi ESG di kancah internasional, sehingga Indonesia tidak kalah bersaing dalam menggaet mitra bisnis strategis lain. Penulis harap, seluruh perusahaan yang ada di Indonesia mulai memerhatikan penerapan ESG dalam menjalankan bisnis. Tidak hanya perusahaan tambang, tetapi seluruh perusahaan yang masih beroperasi di Indonesia. Jangan jadikan ESG sebagai sebuah tuntutan yang memberatkan. Namun, jadikan ESG sebagai sebuah investasi yang mampu membawa keunggulan kompetitif bagi perusahaan kala persaingan bisnis semakin ketat.

Sekian artikelnya, semoga bermanfaat ya. Gabung channel telegram: @kelassaham

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *